Jumat, 08 Juni 2012

Hutan Hati

“Dimana... kamu dimana?
Disini, bukan...
Kemana... Kamu kemana?
Kesini, bukan...
Katanya pergi sebentar?
Ternyata lama...
Taukah, aku sendiri?
Menunggu kamu...”

***

Apa kah yang sedang kau cari? Hutan kah? Kalau iya, hutan manakah yang ingin kau temui? Hutan yang itu kah? Hutan hati yang mulai meneteskan sisa-sisa air yang mulai mengering itu kah yang kau cari?



Iya, hutan itulah yang aku cari. Hutan hati yang selalu indah. Hutan Hati yang selalu di temani oleh burung-burung kecil yang senantiasa berkicau dengan riangnya.



Tapi sayangnya, burung-burung itu enggan berkicau lagi. Dan hutan hati itu, kini serasa mati.



Seketika itu juga air hujan pun turun, dan bukankah harusnya hutan hati itu tumbuh subur karena yang dia nanti telah datang.



Tapi tunggu, hujan itu tak jatuh pada tempat yang seharusnya ia jatuhi. Air hujan itu lebih memilih menyuburkan hutan hati yang lain, bukan hutan hati itu.



Oh, berdoalah kau wahai hutan hati. berdoalah agar hujan itu turun tepat dimana kau berada saat ini. Agar kau tak kesepian. Agar burung-burung kecil itu berkicau lagi.



Tapi hutan hati itu sudah lelah berdoa, Hutan hati itu telah lelah berharap. Hanya kepasrahan pada Tuhan yang mampu ia lakukan. Ia sedang menunggu kapan kepastian itu akan datang. Kepastian yang belum tentu nyata. Kepastian yang mungkin hanya kisah semu semata.



Tapi lihatlah, bukannya hujan yang kau nanti enggan datang. Hanya saja, hujan tak tau. Dimana kah hutan hati yang selalu dicarinya itu berada. Hujan selalu berharap dapat menemukan hutan hati itu, hanya saja Tuhan belum mengizinkannya.



Ah, sebegitu beratkah jalan untuk menempuh hutan hati itu? Apakah hutan hati itu terlalu sulit dijangkau? Daun-daun itu sudah mulai menguning. Menanti hujan yang tak kunjung datang.



Ya, memang sangat berat. Sang hujan tak dapat menemukan arah yang benar. Dia sudah berdoa pada Tuhan untuk menemukan hutan hati itu, tapi doa itu belum dapat terkabul. Dia masih harus bersabar, dan terus berharap.



Tapi penantian ini sudah mencapai ujungnya. Sang hujan terlalu lama dalam pencariannya. Sang hujan terlalu lamban dalam misinya. Dan hutan hati itu kini telah layu sepenuhnya. Berapa lama lagi hutan hati itu harus menunggu? Hutan hati itu juga ingin mencari hujannya sendiri. Tapi takdir tak pernah memperbolehkannya. Hingga ia hanya bisa menunggu, menunggu, dan menunggu.



Dan akhirnya hujan pun menyerah. Hujan sudah berusaha, dia terus berkelana mencari hutan hati. Tapi takdir berkata lain. Mereka sudah tak dapat bertemu lagi. Mereka bukanlah jodoh. Dan kini hujan hanya berdoa semoga hutan hati bertemu dengan hujan yang lainnya.



Lalu hutan hati itu pun mulai mengering sempurna. Daun-daunnya berguguran. Pohon-pohonya mulai mati. Tapi ia juga mulai menerbangkan benihnya yang lain bersama tiupan angin. Ia berharap benihnya akan menemukan hujan yang selalu dinantinya.

***

“Biarkan aku menjaga perasaan ini,
Menjaga segenap cinta yang telah kau beri,
Engkau pergi aku tak kan pergi,
Engkau menjauh aku tak kan jauh,
Sebenarnya, diriku masih mengharapkanmu..
Sejujurnya, diriku masih mencintaimu..”


By : Novelia E. & Desy M.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please give comment and follow my blog :)