Selasa, 17 Juli 2012

FF - AYAH

Perlahan-lahan kubuka pintu cokelat tua itu. Kusapukan pandanganku ke sudut-sudut terdalam dari ruangan ini. Kulangkahkan kakiku lebih dalam lagi. Kusentuhkan jemariku dan kutelusuri raut wajahmu yang ada dibalik bingkai hitam ini. 

Kupandangi mata teduh yang selalu kau berikan untukku. Mata teduh yang selalu temani hari-hariku. 

Taukah kau? Mata teduh itulah simbol proteksimu. Simbol kebangganmu terhadapku. Dan mata teduhmu itu akan slalu ku rindu. Setiap saat, setiap waktu. 

Teringat saat kau tebaring lemah di atas pembaringan, saat aku yang paling kau tunggu tengah menemani kelelahan fisikmu. “Jangan menangis sayang, Ayah mencintaimu.” Kau hapus air mata yang mengaliri pipiku dengan jemari tanganmu yang mulai bergetar. 

Dan akhirnya, mata teduhmu itu mulai meredupkan cahayanya, kau terpejam. Tapi bukan tidur! Kau tak lagi mendetakkan alunan kehidupan. Kau juga tak lagi menderukan angin kedamaian. Namun seulas senyum mulai merekah indah di bibirmu. 

Pembangga yang menyayangi dan slalu melindungiku, kini sudah tak bernyawa. Sudah tak dapat memberi petuah-petuahnya. Dan sudah tak dapat lagi berada disisiku. 

Tubuh lelah itu sudah didekap sang bumi. Tubuh renta yang selalu mengayomi itu sudah bersama-Nya, tenang dalam alamnya. Namun air mata ini tak henti-hentinya mengalir menangisi kepergianmu. 

Maafkan aku ayah. Izinkan aku menangis, hari ini saja. 

Sign, Novelia Ephilina

MERINDUMU

Di setiap deru nafas yang masih berhembus
Ada jutaan rindu yang tingginya membumbung
Ada milyaran kasih yang besarnya melambung
Juga ada triliunan rasa yang tak lagi bisa terdefinisikan dengan kata-kata

Kini, biar aku mulai berpasrah pada-Nya
Agar hatimu, mau menyambut cinta

-Novelia Ephilina-

KEMBALILAH

Aku mulai kehilangan peneduh jiwa
Sosok itu, kini tak lagi ada
Aku benci keadaan ini
Aku ingin dia kembali

Kembali warnai hariku
Kembali semangati aku
Dan kembali pada posisinya di hidupku

Kembalilah, aku merindumu

-Novelia Ephilina-